Nilai Edukatif dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz
PENDAHULUAN
Pada saat Khalifah Umar Bin Abdul Aziz baru saja selesai mengucapkan sumpah janji jabatan menggantikan Mamaknya sebagai Khalifah, beliau menangis meneteskan air mata, menangis bukan terharu ada perasaan gembira dan bahagia, melainkan rasa takut dan sedih betapa beratnya tanggung jawab atau amanah yang baru beliau diterima, ada rasa khawatir seandainya sumpah janji yang telah diucapakan tidak terlaksana sebagaimana mestinya, mungkin banyak rakyat akan kecewa, Mungkinkah dapat memenuhi keinginan rakyat yang begitu komplek apa dan bagaimana seharusnya yang dapat diperbuat dalam mengemban kepercayaan masyarakat ini., semua itu terkumpul dalam fikiran beliau
Begitu majemuknya harapan dan tantangan sebagai khalifah apalagi setelah menyadari bahwa tanggung jawab ini bukan hanya terhadap rakyat semata melainkan terhadap Allah Swt. Beliau selalu khawatir, tak ada gading yang tak retak, tidak ada manusia yang sempurna dapat memberikan tauladan di mana-mana, jika kurang berhati-hati, jabatan itu akan menjadi kendaraan tercepat menuju neraka jahannam.
Kesadaraan yang begitu mendalam terhadap fungsi dan tanggung jawab beliau , mendorong Khalifah Umar Bin Abdul Aziz bersikap ekstra berhati-hati, dalam berbagai hal tetap berupaya secara maksimal, menjalankan pemerintahan yang terbaik adalah komitmen beliau sejak awal. Dari kiprah yang beliau perlihatkan ternyata nama beliau tercatat sebagai pemimpin atau khalifah yang sukses dalam menjalankan roda pemerintahan serta dapat menjadi tauladan terhadap generasi berikutnya..
Meskipun Umar Bin Abdul Aziz menjadi khalifah menggantikan Mamak beliau, bukan berarti ditunjuk atas ada unsur KKN, Umar Bin Abdul Aziz diangkat bukan semata-mata karena memperoleh suara terbanyak melainkan atas berbagai pertimbangan Integritas,kapabilitas akseptabilitas dan kemampuan yang dimiliki. Semula beliau sempat menolak tawaran menjadi khalifah tapi karena dengan berbagai cara/bujukan akhirnya beliau bersedia mengikhlaskan diri memangku jabatan sebagai khalifah.
Satu-satunya tokoh Ulama Kharismatis yang pantas diangkat menjadi pemimpin pada saat itu hanyalah Umar Bin abdul Aziz. Di samping sebagai seorang ulama, selama ini beliau telah menjadi panutan telah menjadi tauladan di tengah masyarakat.Artinya jauh sebelumnya secara tidak langsung secara alamiah telah di fit and proper tes oleh rakyat. Adalah wajar jika cukup banyak riwayat menceritakan perkataan maupun kebijakan atau prilaku baik yang beliau perlihatkan dalam memimpin umat pada waktu itu menjadi refrensi/bahan perbandingan di masa mendatang.
Prilaku berikutnya yang dapat di ambil pelajaran ialah, ketika berkunjung family/keluarga beliau ke istana menjelang senja hari,sang khalifah bertanya,”Apa maksud kedatangan saudara menemui saya ke istana ini, apakah saudaraku hendak membicarakan kemaslahatan umat, persoalan Negara atau membicarakan persoalan keluarga.Bila kedatangan saudaraku mau membicarakan urusan keluarga atau persoalan kita berdua, karena minyak lampu ini dibiayai oleh uang Negara/uang rakyat, lebih baik lampu ini kita matikan, biar kita tidak menyalakan lampu, tidak masalah bila kita berbicara dalam suasana remang-remang seperti ini”.
Betapa hati-hatinya sang khalifah dalam menikmati fasilitas Negara, fasilitas kemewahaan yang dimiliki bukanlah menjadi kebanggaan. Khalifah menyadari jika tidak boleh jadi khalifah berada dalam lingkaran syubhat dan pada akhirnya berada dalam lingkaran haram.
MEMAKNAI SUATU JABATAN
Jika kita perbandingkan dengan potret pemimpin zaman Modern sekarang cukup sulit atau mungkin belum pernah penulis saksikan ada pejabat yang baru di lantik meneteskan air mata karena rasa takut setelah mengucapkan sumpah jabatan, yang ada hanyalah berlinang air mata terharu bangga dan bahagia karena impian dan cita-cita selama ini telah menjadi kenyataan, apalagi ucapan selamat cipiki dan cipika dari para tamu undangan yang hadir.
Mengapa Pejabat sekarang tidak merasa takut, tidak merasa khawatir bila baru saja menerima suatu jabatan, penyebabnya adalah kekeliruan memaknai hakikat suatu jabatan.Khalifah Umar Bin Abdul Aziz Memaknai Jabatan adalah sebagai Amanah Allah, Rasulnya dan orang-orang yang dipimpinnya.
Umumnya pemimpin yang terjebak pada lingkaran syaitan KKN sebagai musuh berbuyutan bangsa kita hari ini adalah kekeliruan dalam memahami dan memaknai suatu Jabatan. Ada sebagian orang mengejar sebagai Aktualisasi diri puncak motivasi kehidupan seseorang sebagaimana teori Maslow.Hidupnya akan merasa sempurna, merasa senang dan tentram jika menjadi orang nomor satu sebagai penentu di dalam organisasi atau tengah masyarakat.
Sebagian orang juga mengartikan jabatan dalah kesempatan, yaitu kesempatan memperlihatkan kekuatan, keakuan, kekuasaan, kesempatan menekan, kesempatan menyingkirkan, kesempatan berbuat apa saja yang diinginkan, jika semua itu diraih dia beranggapan akan merasa senang dan puas atas hidup yang dijalaninya.
Ada juga mengartikan Jabatan adalah kesempatan mengumpulkan yaitu kesempatan mengumpulkan kekuatan untuk memperoleh jabatan yang lebih besar daripada hari ini. Sebagian orang juga mengartikan jabatan sebagai kesempatan memperoleh uang dan harta, selagi kesempatan masih ada kesempatan emas ini tidak disia-siakan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika perlu menghalalkan segala macam cara, dari sinilah lahir arogansi kekuasaan serta bertahtanya KKN yang mengitari kedudukan sebagai pimpinan.
Apa bunyi sumpah jabatan yang telah diucapkan seolah-olah tidak pernah ada sama sekali, ketika bersumpah tidak akan pernah menerima dan memberi, setia dan taat pada peraturan yang berlaku. Tapi ketika semua itu telah berlalu, setelah menjadi orang nomor satu atau sebagai seorang penentu akhirnya lupa terhadap janji yang diucapkan itu. Banyak yang telah lupa pada sumpah dan janji, ada yang terjebak menjadi Pemimpin yang lalai, menjadi pemimpin Munafik, kebijakannya sering menuai kritik lain di mulut lain dihati, lain yang dikatakan lain pula kenyataan.
RESIKO GILA JABATAN DAN KEKUASAAN.
Seseorang yang terlalu mengimpikan atau tergila-gila pada jabatan dan kedudukan, bisa berakibat fatal jika mengalami kegagalan.Pasca Pemilu tahun terakhir ini betapa banyak Para Politikus yang stress dan gila akibat tidak siap menerima kegagalan untuk duduk menjadi Bupati/Walikota atau Anggota Dewan.
Stes, gila atau berprilaku aneh lainnya tidak hanya menjangkiti kaum politikus yang gagal saja, melainkan dalam memperebutkan Jabatan lain sebagaimana halnya di dunia pegawai negeri. Oleh karena telah merasa senior dalam berbagai hal dikira telah memenuhi syarat untuk memangku suatu jabatan bergengsi pada suatu instansi. PAKJAMALPENDUSIA(pangkat,jabatan, pendidikan dan usia) yang menjadi pertimbangan BAPERJAKAT telah memenuhi syarat, tapi oleh karena berbagai pertimbangan tim BAPERJAKAT untuk sementara waktu belum memberikan Rekomendasi untuk duduk pada jabatan yang diimpikan. Jika tidak mampu menerima keputusan ini para penghamba jabatan dan kekuasaan akan stress, atau paling tidak akan berkeluh kesah berprilaku yang bukan-bukan semangat kerja dan disiplin akan semakin berkurang.
Pelajaran berharga selanjutnya yang dapat ditangkap dari perjalanan hidup Umar bin Abdul Aziz, adalah kehati-hatian beliau dalam memanfaatkan fasilitas Negara, seperti mematikan lampu istana jika membicarakan masalah keluarga. Bagi beliau fasilitas Negara hanya untuk kepentingan Negara, bukan untuk pribadi, keluarga dan golongan.
Sekarang sebagian orang bangga menikmati fasilitas dinas, seperti, rumah dinas, mobil maupun motor dinas ,setelah tidak menjabat lagi bahkan sampai pensiun juga bertahan di rumah dinas.Mengendarai kendaraan dinas sampai ke rumah juga menjadi kebanggaan karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti pergi pesta dan wisata.pulang kampung dsb. Jika mau pesta atau wisata telah disiapkan plat hitam untuk mengganti plat merah sementara waktu. Prilaku ini jika berkaca pada sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz tentu bertolak belakang sekali.karena prilaku ini adalah termasuk suatu bentuk pembohongan public,secara tidak langsung akan menyeret diri pada lingkaran syubhat karena ada anggapan fasilitas ini adalah milik kita.Jika kurang berhati-hati dalam memanfaatkan fasilitas Negara, bisa-bisa sikap seperti ini menjadi korupsi tersembunyi.
PENUTUP
Dengan demikian sebagai pemimpin yang sedang bermimpi atau akan menduduki suatu jabatan, jangan sampai terjerumus sebagai penghamba Jabatan kedudukan dan kekuasaan.lantaran tergila-gila pada jabatan. Sesungguhnya Jabatan kedudukan dan kekuasaan adalah amanah yang mesti dipelihara dengan sebaik-baiknya. Semua yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan pada Allah Swt. Menjadi pemimpin yang tidak amanah jabatan akan menyeret diri ini ke Neraka . Oleh karena itu sikap hati-hati yang dibangun Khalifah Umar Bin Abdul Aziz adalah contoh yang tepat bagi pemimpin atau para penguasa hari ini yang sering terjebak pada prilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme/KKN.
Ditulis oleh H. Wan Nasir, M.Pd
WebRepOverall rating
0 Responses
Langganan:
Posting Komentar (Atom)